Listento Pariban (From "Pariban Idola Dari Tanah Jawa: The Movie") on the English music album Pariban (From "Pariban Idola Dari Tanah Jawa: The Movie") by Siantar Rap Foundation, only on JioSaavn. Play online or download to listen offline free - in HD audio, only on JioSaavn. VERPariban : Idola Dari Tanah Jawa 2019 PelĆ­cula Completa (SUB ESPANOL) Gratis. Moan is a Batak young man who has lived in Jakarta for a long time. Even though he was 37 years old, he didn't have a girlfriend. This situation made his mother living in Samosir dizzy and had to intervene. Then forced Moan to go home and marry his cousin, Uli. FilmPariban: Idola dari Tanah Jawa sendiri adalah komedi yang mengisahkan tentang perjodohan. Halomoan S. Sitorus alias Moan (Ganindra Bimo) merupakan lelaki keturunan Batak. Dia lahir di Jakarta dan besar di Bandung. Moan sukses dalam hal finansial dan hubungan pertemanan. Namun dia masih belum bisa berkomitmen dalam hal pasangan hidup. FilmPariban: Idola Dari Tanah Jawa sudah tayang di bioskop sejak tanggal 09 Mei 2019 - 18 Juni 2019. Raih 110 Ribu Penonton; Review Pariban: Idola dari Tanah Jawa; Tulis komentar, berikan review (rating) atau tambahkan foto nonton kamu Add photo. POST. 10 Mei 2019 Esy Parhusip Member since 2019. Sangat suka, bagus dan bermakna ttap selalu NontonPariban: Idola dari Tanah Jawa (2019) Layar Kaca 21 Indoxxi Dunia21 Lk21 Layarindo GudangMovie Filmapik BioskopKeren HardSub Indo 1080p 720p 480p Home Comedy Pariban: Idola dari Tanah Jawa (2019) Sharer; Tweet; WhatsApp; Jika tidak bisa diputar: gunakan CHROME, bersihkan cache, lakukan reload browser. Panduan Download Silahkan Cek Di Vay Tiền Trįŗ£ Góp 24 ThĆ”ng. JAKARTA, - Rumah produksi MD Pictures baru saja merilis trailer perdana dari film Kisah Tanah Jawa Chapter 1 Pocong Gundul. Trailer tersebut menampilkan Deva Mahenra yang mengalami teror dari hantu misterius bernama pocong gundul. Awi Suryadi selaku sutradara tak memberikan banyak soal plot cerita di trailer juga Sinopsis Kisah Tanah Jawa Merapi, Misi Mencari Keberadaan Sahabat di Puncak Merapi Trailer berdurasi kurang dari dua menit itu bahkan tak menampilkan satu pun dialog dari pemainnya. Trailer Kisah Tanah Jawa Chapter 1 Pocong Gundul dibuka dengan adegan Hao Deva Mahenra terganggu oleh suara bising dari pintu. Suara tersebut ternyata berasal dari seorang misterius yang menjedotkan kepalanya ke pintu secara berulang-ulang. Teror mistis pun mulai berdatangan dan mengancam karakter-karakter yang ada. Baca juga Deva Mahenra Pura-pura Ngeri demi Kisah Tanah Jawa Merapi Namun, dalam satu adegan tampak Iwa K tampil berbeda dengan setelan unik dan sedang melakukan ritual. "Mimpi buruk Hao dimulai. Hao diteror oleh sebuah entitas jahat berwujud Pocong Gundul yang bernama Walsidi," tulis MD Pictures dalam keterangan di akun Instagram-nya, Kamis 8/6/2023. Cerita Kisah Tanah Jawa Chapter 1 Pocong Gundul diadaptasi dari retrokognisi Hari A. Kurniawan atau Om Hao. Selain dibintangi Deva Mahenra dan Iwa K, film ini juga akan menampilkan Della Dartyan dan Nayla Purnama. Kisah Tanah Jawa Chapter 1 Pocong Gundul akan segera tayang di bioskop. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Leave a Reply Your email address will not be Email* Website Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment. ā€œEvery story has a beginning, a middle, and an end.ā€ Ini bakal jadi kali terakhir aku nonton-dan-ngereview film-film’ kayak Benyamin Biang Kerok 2018 dan Pariban Idola dari Tanah Jawa. Aku pikir semua sudah berakhir ketika episode sambungan Biang Kerok urung ditayangkan di bioskop. Aku pikir pembuat film Indonesia sudah menyadari betapa insulting-nya membuat tontonan seperti yang film’ itu lakukan bagi para penonton bioskop. Kupikir, ya sepertinya perfilman Indonesia masih waras. Tapi ternyata di 2019 ini muncullah Pariban. Serius, deh, ini mengkhawatirkan. Aku takut sekali kalo ke depan nanti bioskop-bioskop Indonesia diisi oleh video-video panjang komersil yang tak lagi mengindahkan seni pembuatan film serta pengetahuan penulisan naskah, alih-alih film beneran. Jadi aku berharap karya kalo bisa dibilang sebagai suatu karya seperti ini stop dibuat sampai di sini. Aku tidak ingin menonton yang seperti ini lagi di bioskop, dan kupikir para penonton pun menginginkan hal yang sama. Kita ke bioskop untuk menonton film. Kita bicara tentang film yang ditonton supaya roda kemajuan itu terus bergulir. Kita menginginkan film-film yang bagus bisa tercipta. Pariban, sama seperti halnya film’ Biang Kerok, adalah kemunduran sinema tanah-air. Jangan sampai ada lagi yang seperti ini. Makanya kali ini biarlah. Aku ingin menekankan, menjelaskan lebih detil poin-poin yang kutulis dalam review Biang Kerok. Biar dua ini cukup menjadi pembelajaran – dan pengingat. Supaya kita semua dapat melihat bahwa film Pariban ini juga bukanlah sebuah film. ā€œHalo~, Halo Moan… Sekarang telah menjadi produk komersil, Pari-ban! parah sekaliā€ Pariban datang dari orang yang membuat film Love for Sale, salah satu film 2018 yang masuk ke dalam daftar Delapan-Besar Terbaikku di tahun itu. Satu-satunya film Indonesia yang masuk dalam daftar Delapan-Besar Terbaikku tahun itu! It was on the top-three!!! Andibachtiar Yusuf, what happened, mas? Molo adong na salah ini ya, aku gak tahu apa yang terjadi di balik dapur produksi mereka. Tapi kupikir kita memang tidak bisa begitu saja menilai film dari pembuat atau pemain. Toh yang Biang Kerok itu juga dibuat dengan kolaborasi sutradara dan aktor jajaran terdepan dunia film kita. Yang paling terdepan, malah. I mean, belum tentu serta-merta biang keroknya adalah mereka. I really don’t know. Dalam Pariban juga, aku menghormati para pembuat dan pemain film yang profesional sekali. Mulai dari Ganindra Bimo hingga Rizky Mocil; aktingnya enggak ada yang main-main, meski mereka memang tampak have fun sekali memerankan tokoh masing-masing. Enggak gampang tentunya memainkan karakter yang berasal dari latar budaya yang berbeda dari keseharian. Dan juga sebaliknya; actually menyenangkan melihat beberapa aktor seperti Atiqah Hasiholan yang berakting dalam habitat’ asli mereka. Niat pembuatannya sebenarnya cukup bagus. Pariban mengangkat budaya Sumatera Utara. Aku suka, aku besar cukup dekat dengan orang-orang Batak, keluargaku sendiri ada yang orang Batak. Aku familiar dengan sapaan dan candaan kayak lae, bodat, kenlap! Film ini memberitahu kita satu informasi baru. Memperkenalkan tradisi perjodohan khas Batak, yang basically adalah pernikahan antarsepupu – yang memiliki marga keluarga yang sama. Lewat arahan komedi, film’ menunjukkan kepada kita gimana sistem pariban ini kadang menjadi momok, namun juga seringkali menjadi langkah ampuh dan aman untuk mendapatkan jodoh. Dalam yang ngakunya film ini kita melihat seorang pemuda asli batak tapi lahir di Jakarta, bernama Halomoan yang dituntut mamaknya untuk segera menikah. Lantaran rumor-rumor miring mulai terdengar seputar Moan. Maka, Moan berangkat ke kampungnya di pinggir danau Toba, untuk menemui paribannya – Uli. Elemen fish out of water pun mewarnai cerita tatkala Moan yang perjaka gaul ibukota tinggal berakrab-akrab ria dengan penduduk lokal di sana. Film’ cukup bijak untuk tidak berkubang di penggalian stereotype – orang batak suka main catur dikorporasikan dengan lucu masuk ke dalam cerita – dan memberikan kesempatan penduduk cerita untuk berkembang dalam archetype. Kita melihat batak yang ngomong keras dan kadang kasar tidak selalu jahat’. Film’ ingin menarik budaya, menunjukkannya ke dunia, dan mendukungnya dengan teknologi yang modern. Aku terus menunggu film’ mengangkat pertanyaan dan gagasan tersendiri soal adat pariban, bahkan mungkin menantang eksistensinya. Namun adegan-adegan dengan tokoh yang bereaksi relevan terhadap pariban itu sendiri, sayangnya, ditampilkan minimalis sekali. Hanya ada satu adegan Uli, wanita modern yang cerdas, menunjukkan sedikit ketidaksetujuannya terhadap pariban. Film’ ternyata lebih tertarik untuk mengisi durasi dengan sebanyak mungkin komedi yang bisa mereka pancing dari cara ngomong dan kosakata khas orang Batak yang lucu. Sebagian besar waktu memang didedikasikan untuk persaingan cinta antara Moan dengan Binsar, bujang asli sono yang mengaku Romeo-Butetan dengan Uli. Bahkan buatku film’ juga melewatkan kesempatan dalam penggarapan si Binsar. Tokoh ini bisa menjadi menarik karena dia actually melambangkan orang asli Batak yang melawan sistem Pariban; Binsar menolak kalah’ dari Moan yang merasa menang dengan status paribannya. Dinamika tiga tokoh sentral ini memang punya aroma menarik, tapi film’ tidak benar-benar menggali mereka. Film’ berhasil membuat Moan yang berlatar eksistensi kompleks ini dia dipanggil Batak KW oleh orang-orang kampung menjadi tokoh yang biasa-biasa aja. Kenapa Moan mau-maunya disuruh nemui paribannya aja tidak terjelaskan dengan menarik. Tidak ada stake bagi Moan. Moan seorang pria kaya yang modern, tukang bikin aplikasi, dia punya tujuh pacar sesuai hari. Jadi dia bukannya gak laku, gak mampu nikah. He just doesn’t want to. Tidak ada motivasi dalam diri tokoh ini. Tidak ada intensitas kita menontonnya. Barulah ketika bertemu Uli, dia mengeset goal – untuk menjadikannya istri, memenangkan pertandingan melawan Binsar. It takes a really long time buat karakter Moan berpindah dari satu titik ke titik berikutnya. Penulisan karakternya seperti berjalan di tempat. kalo dia mau, Moan bisa bikin aplikasi cari-jodoh yang sesuai ama preference dirinya Semua itu karena film’ ini sesungguhnya punya agenda yang mengerikan dalam menyampaikan ceritanya. Yakni membagi diri menjadi dua. Such an evil corporate move! Biarkan penonton membayar dua kali untuk satu cerita. Alih-alih mempertontonkan cerita yang utuh, potong di tengah, buat jadi bersambung supaya penonton datang dan membayar lagi. Aku bukannya bilang sebuah film gak boleh bersambung, hanya saja lakukanlah dengan benar. Tutup arc tokohnya, baru kemudian lanjutkan terserah mau berapa kali sekuel. Sebuah cerita haruslah punya awal, tengah, dan akhir. Kita melihat awal Moan yang didesak untuk segera cari calon bini, dia disuruh kenalan ama paribannya di kampung. Moan berangkat ke sana dengan confident bahwa dia bisa nikah kalo dia mau, karena dia kaya, tampan, dan besar. Set up awal cerita sudah bagus. Tengahnya berisi benturan-benturan karena ternyata banyak tentang asal daerahnya yang tidak Moan tahu, dan gimana dia mulai merasakan cinta beneran terhadap Uli. Karenanya Moan pun mencoba mengikuti aturan adat dan aturan mamaknya. Melihat arahan seteru Moan dengan Binsar, aku sudah siap untuk mendapatkan satu lagi cerita kegagalan yang manis – Moan was just too overconfident for his own good, dia terlalu aman dalam status pariban. Lalu, ternyata, dengan kurang ajarnya cerita diputus dengan sengaja pada bagian akhir, tepat di ambang pintu resolusi. Plot poin kedua cerita ini dijadikan cliffhanger. Perjalanan inner dan outer tokoh Moan sama sekali belum finish. Pada dasarnya apa yang dilakukan oleh film’ ini adalah mencabut kita keluar saat kita baru mau masuk ke klimaks. Menjadikan ceritanya tidak komplit. Membuatnya belum bisa disebut sebagai satu film. Karena you gotta to have a beginning, middle, and end walaupun urutannya bisa dibolak-balik. Pariban dan Biang Kerok hanya punya awal dan tengah. Mereka tidak punya syarat pertama suatu tontonan disebut sebagai film. Dan harusnya kita marah, karena jika kita membayar untuk satu film, maka kita harus dapat satu film utuh! Pemotongan itu dilakukan dengan sengaja. Hanya karena mereka bisa, dan mau nyari untung belaka. I mean, bukan karena durasinya sudah kepanjangan maka mereka terpaksa memotong. Mungkin masih bisa sedikit dimaafkan kalo mereka sudah bercerita dengan efektif namun karena durasi yang terlalu panjang maka mereka memotong. Pariban sama sekali tidak efektif dalam mengisi durasinya. Sepuluh menit pertama adalah eksposisi yang dilakukan dengan sok lucu. Setiap orang ingin jadi kayak Deadpool sekarang. Menggunakan metode breaking the fourth wall, Moan akan sering bicara kepada kita. Hanya saja mereka lupa satu hal; mereka juga lupa meniru kemampuan kamera dalam bercerita dengan baik. Bicara langsung kepada penonton dalam Pariban dilakukan seperti video presentasi, untuk menjelaskan berbagai paparan seperti bagaimana aturan main adat pariban atau backstory Moan, mereka menggunakan adegan ilustrasi – entah itu adegan berupa sketsa atau animasi sederhana – yang membuat kita terlepas dari bangunan narasi. Kreatif tapi tidak berada di dalam bangunan cerita. Adegan tersebut bisa saja dibuang. Bandingkan dengan breaking the fourth wall pada Ferris Bueller; yang menarik kita masuk ke dalam cerita karena secara realtime kita diperlihatkan sisi sebenarnya dari si Ferris. Atau bandingkan dengan pada Deadpool; yang kita lihat pada layar adalah sesuatu yang tidak bisa dibuang, karena masuk ke dalam cerita, dan ditampilkan dengan menarik; masih ingat dong opening Deadpool? Permainan kamera dan editing dan visual humor yang tidak dimiliki oleh Pariban. Dengan mengangkat materi tentang adat perjodohan antarsepupu di dunia modern, film ini ternyata hanya berfokus kepada cara bercerita yang sok lucu. Padahal enggak lucu. Sia-sia sudah penampilan yang bagus, dan sedikit pesan yang diselipin dalam dialog. Setiap cerita kudu punya awal, tengah, dan akhir. Dan kuharap film ini adalah awal, tengah, sekaligus akhir dari tren membuat film bersambung. Akan menjadi hari penuh duka bagi perfilman tanah air jika bioskop nantinya ramai oleh film-film yang dibuat dengan mindset sinetron kejar tayang. Film-film yang tak lagi dibuat berdasarkan pengetahuan terhadap sinema, seni penulisan skenario, melainkan insting mencari keuntungan sebesar-besarnya semata. Yang mana karya semacam ini tidak bisa disebut sebagai sebuah film. Jadi, berhenti membuat seperti ini, jangan sampai jadi tradisi. The Palace of Wisdom gives 1 gold star out of 10 for PARIBAN IDOLA DARI TANAH JAWA. That’s all we have for now. Buat yang pengen lebih banyak mendengar tentang film indonesia yang kini krisis ilmu pengetahuan, bisa tonton video dari channel Oblounge ini Bagaimana pendapat kalian tentang film bersambung ala Pariban dan Benyamin Biang Kerok? Apakah menurut kalian film bersambung kayak gini perlu dilestarikan? Dan karena filmnya takut-takut mengangkat; apakah menurut kalian budaya pariban perlu dilestarikan? Tell us in the comments Remember, in life there are winners. And there are losers. We? We are the longest reigning BLOG KRITIK FILM TERPILIH PIALA MAYA.

nonton pariban dari tanah jawa